Jumat, 29 Juli 2011

WEGOK NATAR kampungnya ORANG WEGOK

rajawali pemakan bayi
Fransiskus Xaveirus
Sejarah Kam- pung Wegok dimulai dari "Wegok Natar" di wilayah Napun Seda Kewapante. Karena banyak burung Rajawali yang mencuri dan memakan bayi - bayi mereka maka kemudian orang-orang Wegok Natar memutuskan untuk meninggalkan kampung ini dan mencari tempat yang baru yang lebih aman untuk dihuni. Beberapa dari Mereka akhirnya tiba di kampung Wegok, sebelah Timur Laut kampung Watublapi dan menetap disana. Lalu mereka memberi nama tempat yang baru inipun dengan nama "Wegok", agar kampung yang lama tetap dikenang, dan  agar anak cucu mereka tetap ingat akan tempat asal mereka.

Kemudian untuk membedakan kampung Wegok yang lama dengan yang baru maka mereka menyebut Wegok yang lama dengan sebutan "Wegok Natar" dan Wegok yang baru dengan sebutan "Wegok Wero Utur" karena banyak monyet yang mendiami tempat ini.  Berikut  cerita selengkapnya sebagaimana yang diceritakan kembali oleh Bp. Fransiskus Xaverius.
--------------------------------------------------------
Sejarah Wegok dan beberapa kampung disekitarnya bermula dari adanya lima perempuan yang bernama Biu, Kekan, Mari, Hale Gete dan Hale Doi, beser rta 2 orang laki-laki kakak beradik, (Hale Gete adalah istri dari sang kakak dan Hale Doi ada- lah istri dari sang adik) Mereka pergi mening galkan tanah Malaka hendak mencari tempat huni- an baru. Akhirnya mereka tiba di ujung timur Pulau Flores.

Tetapi karena tidak betah dengan keadaan di ujung Timur pulau Flores Kedua keluarga (Hale Gete dan Hale Doi) bersama suami mereka lalu memutuskan untuk melanjutkan perjalanan mereka dengan neyusuri pantai utara Flores menuju ke Barat, sedangkan ketiga perempuan Biu, Kekan dan Mari, memutuskan untuk terus ke berlayar ke barat sampai ke Bima, Pulau Sumbawa.
Setelah beberapa malam perjalanan kedua kakak beradik dan keluarga mereka tiba di suatu dataran yang cukup luas. Kemudian mereka memutuskan untuk mencari air untuk keperluan mereka dalam perjalanan nanti. Lalu mereka sedkit berjalan kaki ke darat dan menemukan danau yang cukup besar. Tetapi kemudian Hale Gete tiba-tiba perutnya sakit hendak melahirkan putra mereka. Mereka akhirnya memutuskan tinggal beberapa bulan di tepi danau ini menunggu sampai kesehatan Hele Gete kembali pulih. Lalu mereka menamakan tempat ini dengan sebutan “Nanga Hale Gete”.
Beringin - Ratusan Tahun (saksi bisu  sejarah Wegok)

Beberapa bulan kemudian merekapun melanjutkan perjalanan mereka terus ke arah barat, tibalah mereka di satu tempat yang sangat subur di kaki sebuah gunung api. Tertarik dengan keadaan ini Hele gete bersama keluarganya memutuskan untuk menetap disini. Maka kemudian tempat ini disebut “Wai Gete”,yang artinya perempuan besar.

Sementara Hale Doi bersama suaminya tetap melanjutkan perjalanan ke Barat. Dalam Perjalanan tiba-tiba Hale Doi merasa hendak melahirkan anak yang sedang dikandungnya, kemudian keluarga ini memutuskan untuk berlabuh di dataran berikutnya agar Hale Doi dapat melahirkan anak mereka dengan selamat. Mereka tinggal ditempat ini, di tepi sebuah danau kecil di pinggir laut selama beberapa bulan menunggu pulihnya Hale Doi. Lalu tempat ini mereka beri nama “Nanga Hale Doi”.

Setelah beberapa bulan tinggal di Nanga Hale Doi mereka melanjutkan pejalan ke barat dan sampailah mereka di Namang Kewa, dan menetap disana selama beberapa tahun. Kemudian datanglah orang Bugis (Gowa) ingin menguasai tempat ini. Lalu terjadilah petempuran sengit di antara mereka. Mereka kalah dan pindah ke sebelah barat tepatnya di Wairbubuk.

Tidak tahan terhadap nyamuk anopleles (Notu) kemudian mereka memutuskan untuk pindah ke selatan menyusuri kali Napun Seda, dan menetap di Napan Bura. Terjadilah kawin mawin antara mereka dengan penduduk asli setempat. Kemudian tempat ini deiberi nama Wegok Natar.

Setelah beberapa tahun datanglah orang Solor dan Lomblen ingin menguasai tempat ini, mereka kembali bertempur dan berhasil memukul mundur orang-orang Solor dan Lomblen serta mengusir mereka untuk pulang ke tanah asal mereka. Kemudian mereka menetap di Wegok Natar ini selama beberapa tahun.

Karena adanya musibah Rajawali memakan bayi-bayi mereka maka kemudian mereka pindah ke selatan menyusuri kali Napun Seda melalui Napun Rau, dalam perjalanan mereka singgah di bukit kecil disebelah timur dan menetap selama beberapa bulan disana. Salah satu putri mereka bernama Dua Bota kemudian mengawini orang asli di bukit ini. Maka kemudian bukit ini diberi nama Botang.

Menhir - Symbol Sajarah Wegok
Kemudian sisa beberapa orang dari mereka antara lain Ojok dan Aning berjalan terus ke Timur menuju ke bukit berikutnya dan membangun hunian baru serta menetap di sana. Utuk mengenang kampung mereka yang lama, Wegok Natar, dan mengingatkan mereka akan asal usul mereka terlebih kepada anak cucu mereka maka tempat yang baru inipun mereka beri nama “Wegok"

Kamis, 28 Juli 2011

JALAN BARU UNTUK WEGOK

Masyarakat Wegok boleh bergembira, lantaran usulan pembukaan jalan baru sudah disetujui. Kini ruas jalan Wolodete - Denak - Kojablatat - Kojabuluk segera dibuka. menyusul tahap pembebasan tanah yang sudah usai. Dalam waktu dekat akan diturunkan 1 unit excavator untuk mulai menggusur ruas jalan sepanjang  3 km ini. Sebuah gebrakan yang bagus guna membuka area  yang terisolasi, yang  sudah lama dinanti-nanti oleh masyarakat Wegok dan sekitarnya. Sementara di Blewut (pertigaan Wegok) sudah disupply 40 tiang listrik PLN untuk melayani  pelanggan di wilayah kojabuluk dan sekitarnya. Kali ini kita memang mendapat pemimpin yang benar-benar pro dan selalu mendengarkan rintihan penderitaan rakyatnya. Terima kasih Bapak Bupati, sudah menjawabi harapan masyarakat Wegok dan sekitarnya

Selasa, 26 Juli 2011

MOAN GESOK (Pahlawan dari Kampung Wegok)

Bala Mein Etan atau Bala Hekan, sebatang Gading diserahkan kepada kel. Gesok. Juga sebidang tanah yang dikenal dengan nama tanah Gesok. Ini suatu bukti autentik akan adanya perlawanan memerangi penjajah Belanda di Bumi Sikka, juga datang dari keluarga Gesok di Dusun Wegok. Gading ini disimpan dengan baik dan dijaga secara utuh karena kami kel. Lepo Gesok percaya bahwa moyang kami Gesok akan tetap hidup di hati setiap kami anak cucunya.

Rabu, 20 Juli 2011

RANOUNEN (Legenda)

Dalam bahasa Sikka Poma berarti berkubang, atau genangan air pada tempat yang tidak lazim (bukan mata air, Sungai atau air laut) Poma wegok sering disebut " Rano Unen" atau " Tahi Puhen". Secara wajar Poma terjadi karena menurunnya tanah permukaan dalam jumlah yang besar karena adanya patahan dari dalam perut bumi. Proses ini menyebabkan adanya cekungan yang luas pada permukaan tanah, Ketika hujan turun maka air hujan tersebut akan menggenangi cekungan ini, makin lama makin banyak dan terjadilah "Poma" . Berikut Legenda terjadinya Poma Wegok alias Rano Unen. 

Alkisah pada jaman dahulu hiduplah sebuah keluarga di kampung Wegok. Pada suatu hari sang suami pergi ke berburu di tengah hutan, sementara sang istri sedang merajut kain utuk bayinya yang sebentar lagi lahir, Keasikan menjahit tiba-tiba sang calon ibu dari anak yang sedang dikandung ini mengantuk dan tanpa dia sadari ia menjatuhkan jarum jahit yang sedang dipakai tersebut. Karena tidak ada orang lain pada waktu itu dirumah mereka, maka Ibu ini lalu menyuruh seekor anjing peliharaannya peliharaanya utuk memungut jarum jahit tersebut dan memberikan kepadanya. Anjing itupun dengan serta merta memungut jarum tersebut dan memberikannya kepada ibu muda ini.

Tiba-tiba tejadi hujan lebat disertai angin kencang dan petir. Semakin hari hujan semakin lebat, anginpun semakin kencang . dua hari, tiga hari, empat hari bahkan satu minggu badai melanda kampung Wegok. Lalu dari dalam tanah tempat tinggal pasangan muda ini keluarlah air dan memancar deras ke udara tiada henti dan tanah disekitarnya amblas dan menurun jauh ke dalam perut bumi.

Banjir yang sangat hebat melanda Kampung Wegok dan sekitarnya. Lalu dengan penuh ketakutan dan bermotif menyelamatkan diri terlebih bayi yang dikandungnya, maka sang istri lalu berusaha sekuat tenaga melarikan diri. Dengan napas terengah-engah dan tanpa dia sadari sang istri tiba di Bolalorak, sebuah dusun kecil  sebelah Timur Laut Kampung He'o. Lalu tanpa sadar ia menoleh kearah kejadian dan yang terlihat pertama adalah pohon ara, maka istri yang sedang hamil ini kemudian berubah menjadi pohon arah besar. Model batang pohon ara ini menyerupai tubuh ibu muda yang sedang hamil. Kemudian tempat dan pohon ara ini disebut “ara pluwut” artinya pohon ara hamil atau pohon ara bunting.

Sementara disebelah Barat Kampung Botang dekat Kampung Heo, terdapat tempat yang diberi nama “Koja Gloging” Pohon Kenari yang berpelukan”. Ada dua orang anak muda yang berlari hendak menyelamatkan diri dari bencana Wegok, sambil berpelukan mereka menoleh kearah tempat kejadian bencana, lalu tiba-tiba mereka berubah menjadi pohon kenari kembar yang sedang berpelukan.

Banyak orang mati karena bencana ini, orang-orang muhan (Flores Timur) yang kala itu sedang berdagang terbawa banjir dan mati bergelimpangan dekat kampung ini, kemudian tempat ini diberi nama “muhangkok” tempat matinya orang-orang muhan (Flores Timur). Banyak juga tempat-tempat yang lain diberi nama karena kejadian bencana di kampung ini, seperti “watu sodot. dll

Air semburan membentuk danau kecil yang disebut Poma. Tempat tersemburnya air disebut “Ranounen” kemudian dikenal juga sebagai “Tahi Puhen” yang artinya pusarnya air laut, yang mana apabila terjadi air pasang maka dari dalam lubang akan tersembur buih bagaikan buih air laut. Banyak Hewan piaraan seperti Babi, Anjing mati terperosok kedalam lubang yang sangat dalam ini. Karena takut bencana yang sama terulang, maka atas usul saran beberapa tokoh masayarakat lubang ini kemudian ditutup dengan batu mahe (menhir) melalui upacara ritual dan sesajian adat. Sampai sekarang batu tersebut menjadi tempat ritual mohon hujan, apabila musim kemerau berkepanjangan.(diceritakan kembali secara bebas oleh Alfred)

Selasa, 05 Juli 2011

JALAN RAYA (Acces ke jalan utama)

Pada bulan Juli tahun 1975, Moan Sareng, Moan Joseph, Moan Pamong Kasianus, Moan Guru Theodorus, Moan Abraham, Moan Hendrik Pedor, Moan Petrus Woda, Moan Wena. Moan Mateus Hitong, Moan Goris Gewar, Moan Lusi, Moan Bero dan didukung penuh oleh tokoh muda kala itu, (Laurensius Ledang, Paulus Gesok, Wisen Joseph, Willibrodus, Simplysius Geban dll). telah meletakan tonggak pembangunan Ruas Jalan Wegok Watublapi. Untuk pertama kalinya mereka secara gotong royong bersama masyarakat Dusun Wegok lainnya membangun ruas jalan ini. Berikut ini uraian pengerjaannya :
---------------------------------------------------------------
Laurensius Ledang  dan Rabat Jalan oleh Pemerintah

Sebelum tahun 1975 access masyarakat Wegok keluar sangatlah sulit, jalan sepanjang 4 km hanya dapat dilalui dengan berjalan kaki atau berkuda. Hal ini terjadi karena ruas jalannya yang sempit dan medan yang mendaki, bahkan diberapa titik kemiringan tanah mencapai 75 derajat.Pada Tahun 1975 dengan disponsori oleh beberapa tokoh masyarakat kala itu, seperti Moan Sareng, Moan Joseph, Moan Pamong Kasianus, Moan Guru Theodorus. Moan Petrus Woda, Moan Hendrik Pedor,Moan Wena. Moan Mateus Hitong, dan didukung penuh oleh tokoh muda kala itu, (Ledang, Paulus Gesok, Wisen Joseph, Willibrodus, Simplysius Geban dll). membangun jalan raya menuju jalan utama di Watublapi. Berbagai upaya dilakukan untuk meningkatkan mutu jalan ini ke berbagai pihak, bahkan mendiang mantan Bupati Sikka, Alm. Laurens Say di akhir masa jabatannya ikut memegang pacul bersama P. Bako Parera, SVD menggali jalan yang kala itu sedang diperjuangkan oleh masyarakatnya sendiri.

Rabat oleh Pemerintah
Situasi sulit seperti ini berlangsung hingga tahun 2000. Pada pertengahan tahun 2000, seiring dengan masuknya NTA (Nusa Tenggara Association), sebuah LSM Australia di Kabupaten Sikka Jalan inipun ikut menjadi fokus perhatian mereka. Bekerja sama LSM Lokal, YPMF, Jalan inipun mulai ditingkatkan mutunya. Pembagian peran sangat jelas disini, NTA sebagai penyandang dana, YPMF sebagai pengelola dana dan Masyarakat sebagai pelaksana dilapangan. Sedangkan upah kerja nol rupiah alias swadaya.
Titik demi titik mulai dikerjakan, meter demi meter mulai dirabat beton sedangkan fokus pengerjaan pada tahap pertama adalah pada titik-titik yang berat dan rawan kecelakaan.
Alhasil Ruas Jalan Wegok semakin hari semakin baik mutunya, acces masyarakat Wegok ke jalan utama sudah semakin terbuka, terutama pada musim hujan mereka tidak lagi membawa sanak keluarganya yang sakit ke Rumah Sakit dengan memikul atau tandu, (sering pasien meninggal di jalan) tetapi kini mereka bisa lakukan dengan cara menyewa motor ojek atau angkutan umum lainnya. Tidak hanya itu acces mereka akan air bersih semakin mudah terutama pada musim kemerau, mereka bisa menyewa Mobil Tanki untuk mensuply air bersih bagi mereka. Sedangkan dari sudut ekonomi masyarakat Wegok dapat dengan mudah membawa hasil panen mereka ke pasar terdekat atau ke kota untuk dijual.

Dengan dipilihnya Drs. Sosimus Mitang dan dr. Wera Damianus sebagai Bupati dan Wakil Bupati Sikka periode 2008-2013, angin segar seolah-olah bertiup kencang ke arah Wegok dan sekitarnya, Sang Bupati akhirnya mendengarkan keluhan masyarakat Wegok pada umumnya. Kini Ruas Jalan sepanjang 4 km ditingkatkan mutunya, dirabat beton seluruhnya, tidak hanya itu namun seiring dengan pengerjaan jalan, tiang listrik PLN pun mulai ditanam, hingga Kampung Wegok menjadi lebih terbuka dan terang benderang oleh aliran listrik PLN. (alfred)