Minggu, 12 Desember 2021

GEMPA FLORES 12 DESEMBER 1992

CATATAN SEORANG MAHASISWA ASAL MAUMERE 

KRI Christina Martha Tiahahu

12 Desember 1992, waktu itu sy baru selesai wisuda, terasa goncangan kecil di kota Kupang. Menjelang jam 4 sore TVRI Memberitakan ttg gempa ini dgn menayangkan banyak foto tentang kerusakan oleh gempa itu di maumere. Hati saya sudah tdk tenang, maklum waktu itu blm ada HP, Saya berlari menuju asrama kelapa gading banyak mahasiswa yg sdg berkumpul. “Kamu mau ikut tidak..?” seorang teman bertanya ke saya, sontak saja sy bilang ikut. Lalu kami rapat bersama, Rapat koordinasi dengan semua teman teman mahasiswa Maumere di Kota Kupang,  Rapat berlangsung sampai jam 11 malam.

Keesokan harinya kami semua bergegas menuju pelabuhan tenau, di sana kapal perang Christina Martha Tiahahu sudah menunggu, kapal itu sedang dalam perjalanan patroli ke bagian Timur Indonesia namun krn bencana maka langsung diarahkan ke maumere, Pagi itu sekitar jam 10.00 wita, setelah kami semua naik, kapal bergerak menuju maumere, rupanya kapal ini tidak telalu cepat, kami baru tiba di Maumere jam 5 sore keesokan harinya. Ketika memasuki perairan teluk Maumere jantung kami semakin berdebar keras, kami menemui banyak puing puing kayu, plastik, jerigen, ban-ban bekas yang memenuhi teluk maumere mulai dari belakang Pulau Besar sampai didepan Pelabuhan Sadang Bui.

Beberapa saat setelah kapal merapat di dermaga kamipun turun namun begitu kami menginjakan kaki di dermaga terjadi guncangan kecil dari gempa susulan, takut akan goncangan itu kami semua lari berhamburan dan masuk kembali ke kapal. Setelah merasa aman kamipun turun kembali melalui pintu utama kapal, Di pelabuhan kami menemui dermaga-dermaga rubuh, ada 1 truck yg tertinggal di sisa puing dermaga dan di dalam dermaga ada banyak kendaraan yg terperosok

Malam itu, setelah rapat koordinasi dgn pimpinan daerah, kamipun pamit untuk mengecek keadaan keluarga. Karena tdk ada kendaraan umum yg beroperasi maka kami jalan kaki menuju rumah masing masing. Saya dan beberapa teman menuju Geliting, berharap ada kendaraan yg bisa yg beroperasi dari geliting. Namun tidak ada satu kendaraanpun yang beroperasi malam itu. Akhirnya kami memutuskan untuk melanjutkan perjalanan dengan berjalan kaki menuju kampung kami masing masing, Dalam perjalanan kami menemui banyak bangunan yg rubuh dan orang-orangnya tidur ditenda-tenda yang mereka buat sendiri di depan rumah mereka. Kami sempat singgah di sebuah rumah dan meminta air minum, namun mereka kehabisan air, dan menyarankan kami agar meminum air kelapa saja, lalu datanglah seorang anak muda dan memetik 5 buah kelapa yang ada disamping rumah mereka.

Setelah sekian lama berjalan kami akhirnya tiba di Watublapi, kami berpisah di sana, saya belok ke kanan menuju rumah dan disambut oleh dentangan jam dinding sebanyak 12 kali, Saya menemui gedung SDK Watublapi rata tanah, mess guru rubuh, sementara Bapa dan adik adik saya tidur di tenda darurat di halaman sekolah yg dibuat dari puing puing reruntuhan. Hati saya sedikit lega krn semua anggota kel lengkap.

Toko Kalimas yang rubuh akibat gempa 1992
Keesokan harinya tanggal 15 Desember 1992, saya turun ke kota dgn menggunakan sepeda motor, karena memang itulah satu-satunya kendaraan yang dapat dipakai dalam masa gempa itu. Setelah tiba di posko saya dan beberapa teman diperintahkan ke bandara, di sana memang diperlukan orang yang sedikit mengerti Bahasa Inggris karena di sana ada banyak Pesawat luar negeri yang membawa bantuan untuk korban Gempa dan Tsunami ini. Setibanya kami di bandara kami menemui 2 pesawat hercules RAAF (Royal Australian Air Force) sdg menunggu ada banyak barang barang yg hrs diangkat. Tenda2, terpal, dll. Beberapa saat setelah itu kami kehausan, di pesawat banyak air mineral milik pilot dan beberapa org pembantunya. Saya mendekati pilotnya dan meminta 1 botol, tdk percuma kuliah di bahasa Inggris, pilotnya bilang persediaan air mereka sangat terbatas, sehingga ia memberi kami hanya sebotol.

Puing-Puing reruntuhan akbiat gempa 1992
Hari itu Bandara Waioti, (sekarang Franseda), menjadi bandara tersibuk, banyak pesawat yg hilir mudik mengantar bantuan, Sore hari menjelang malam, kami diperintah menuju Nangahale Gete, di sana sdh ada pasukan Siliwangi sedang menunggu. Sebagai senior saya diminta melaporkan kehadiran kami, setelah mendapat pengarahan tentang cara memasang tenda tenda darurat, kamipun langsung mulai bekerja, pada tengah malam kami dikejutkan oleh pengungsi Pulau Babi yang menggendong seorang bayi, sambil menangis ia mengatakan kasihan bayi ini orang tuanya terkubur pasir dan tidak dapat ditolong, kami datang berkerumun, namun akhirnya bayi tersebut diserahkan ke petugas kesehatan yang ada di lokasi pengungsian. Setelah itu pekerjaan pemasangan tenda darurat kami lanjutkan dan baru selesai pada jam 5 pagi, capek, tapi menyenangkan.

Pagi pagi kami disambut oleh Om Niko untuk sarapan, saya mengenalnya krn memang thn 1990 sy KKN di sana, setelah makan pagi kami diminta pulang ke kota untuk melanjutkan pekerjaan di tempat lain. .sempat keliling kota maumere, banyak banguna bertingkat yang rubuh, retak dan terbongkar oleh ganasnya Gempa Bumi ini. Kala itu mof hanyalah sebuah kota mati...bbrp hari kemudian kamipun pulang dgn pesawat hercules...epang gawam gempa ** AW)