Jumat, 24 Agustus 2012

LODO HU'ER (Du'a Sareng, Simon Surat Leo Lado, Nong Kesik dan Miki Surat)

Papa Blatan
"Meluk le’u ba’a wair, Den Le’u ba’a lengi, Liuk lau man leman, ketok lau man mobo. Lau Nian Nitu Natar, Lau Noan Klo’ang ‘loran, Lau man litin gi’it lau man ‘ler mangan Nitut ‘au e’o lekuk, Noat ‘au e’o bano balong"
-----------------------------------------------------
Pero Urun
Suatu perisitiwa yang sangat meneguhkan hati banyak keluarga dan sanak family berlangsung dari tanggal 19, 20, 21 dan 22 Agustus 2012 di kampung Wegok. Sesuai namanya maka Lodo Hu'er bagi arwah Du'a Sareng, Simon Surat, Leo Lado, Nong Kesik dan Miki Surat dimaksudkan untuk mengangkat arwah mereka ke tempat yang tinggi atau yang kita sebut Surga dalam agama modern. Mengapa kita perlu melakukan peristiwa ini karena kita percaya bahwa penguburan bukan merupakan yang terakhir bagi para arwah dan kerena para arwah (Nitu) berada dalam suasana susah dan tidak berdaya, hal mana yang bisa mengangkat mereka hingga ke pintu Surga hanyalah kita yang hidup.

Liko Lepeng
Dalam upacara ini ada tujuh peristiwa pokok yang harus dialami oleh para arwah (Nitu) yakni : Poto Pare, Tokang Nuhun, Wake Lo'e, Pero Urun  Papa Blatan, 'Ea Gete, Nara Krus, dan Pa’at Krus.

Tokang Nuhun atau yang dikenal juga dengan istilah Liko Lepeng dimaksudkan untuk memberi proteksi secara penuh atau menjaga agar upacara ini dapat berjalan dengan aman tanpa ada hambatan yang berarti, Namun satu hal yang harus diingat adalah seluruh proteksi ini harus release  / diangkat kembali setelah upacara Lodo Hu'er selesai.

Memasuki hari berikutnya upacara Lodo Huer ini diikuti dengan acara Wake 'Lo'e, Pengambilan batu-batu arwah (masing-masing arwah diwakili oleh satu batu) Upacara ini dimaksudkan untuk memanggil para arwah dan mengajak mereka untuk bersama-sama keluar dari dunia mereka, dunia kematian dan memasuki dunia kita, dunia kehidupan. Karena kita percaya bahwa kehidupan Nitu identik dengan kegelapan maka kita harus menyiapkan lampu sebagai sarana penerangan bagi mereka adalam perjalanannya menuju dunia orang hidup, pada bagian ini kita sebut Pero Urun (penerangan yang terbuat dari daun kelapa kering yang dibakar)
Tanam Salib hanya boleh dilakukan melalui  Lodo Hu'er

Setelah kita bawa para arwah keluar dari kehidupan mereka, maka kemudian, kita akan memasuki tahap persipan pembersihan diri arwah, tahap ini kita sebut Papa Blatan, dimana kelapa dikupas kulitnya, kemudian dikukur lalu dioleskan pada rambut dan muka para arwah.(diwakili oleh ata a blatan)

Salib KRISTUS membawa kemenangan bagi kita semua
Pada hari ketiga kita memasuki tahap upacara 'Ea Gete", hal ini adalah ungkapan rasa syukur atas peristiwa Lodo Hu'er karena melalui peristiwa ini para arwah Lodo Hu'er sudah dibersihkan dari segala dosa dan kesalahan mereka, (mereka telah diangkat menjadi Ratu dan Raja.)

Setelah tahap 'Ea Gete berakhir maka kita akan memasuki tahap berikutnya yakni tahap "Nara Krus", yang didahului dengan perayaan Ekaristi Kudus untuk mendoakan para arwah dan juga pemberkatan salib sebelum ditanam. Sesuai namanya maka pada kesempatan ini seluruh sanak keluarga dihimbau untuk ikut berjaga sepanjang malam, hingga penanaman salib esok hari.

Tradisi ini mengajarkan kita untuk hanya boleh melakukan upacara Pa'at Krus (penanaman salib) pada kubur melalui upacara Lodo Hu'er. Memang harus diakui bahwa peristiwa Lodo Hu'er menyerap banyak energi dan biaya namun, sesungguhnya peristiwa ini mengandung arti dan nilai yang cukup dalam. Moment ini merupakan moment yang pas bagi sanak keluarga untuk berbagi kasih,  saling bersilaturahmi, juga moment penyatuan sanak keluarga yang terserak dan terporak poranda karena sesungguhnya upacara ini menuntut adanya campur tangan dari seluruh sanak keluarga. Seluruh peran dalam pelaksanaan upacara ini harus benar dan sesuai status dan jabatan pemeran dalam keluarga besar (aw)