CATATAN SEORANG MAHASISWA ASAL MAUMERE
KRI Christina Martha Tiahahu |
12 Desember 1992, waktu itu sy baru selesai wisuda, terasa goncangan kecil di kota Kupang. Menjelang jam 4 sore TVRI Memberitakan ttg gempa ini dgn menayangkan banyak foto tentang kerusakan oleh gempa itu di maumere. Hati saya sudah tdk tenang, maklum waktu itu blm ada HP, Saya berlari menuju asrama kelapa gading banyak mahasiswa yg sdg berkumpul. “Kamu mau ikut tidak..?” seorang teman bertanya ke saya, sontak saja sy bilang ikut. Lalu kami rapat bersama, Rapat koordinasi dengan semua teman teman mahasiswa Maumere di Kota Kupang, Rapat berlangsung sampai jam 11 malam.
Keesokan harinya kami semua bergegas menuju pelabuhan tenau, di sana
kapal perang Christina Martha Tiahahu sudah menunggu, kapal itu sedang dalam
perjalanan patroli ke bagian Timur Indonesia namun krn bencana maka langsung
diarahkan ke maumere, Pagi itu sekitar jam 10.00 wita, setelah kami semua naik,
kapal bergerak menuju maumere, rupanya kapal ini tidak telalu cepat, kami baru tiba
di Maumere jam 5 sore keesokan harinya. Ketika memasuki perairan teluk Maumere
jantung kami semakin berdebar keras, kami menemui banyak puing puing kayu, plastik,
jerigen, ban-ban bekas yang memenuhi teluk maumere mulai dari belakang Pulau
Besar sampai didepan Pelabuhan Sadang Bui.
Beberapa saat setelah kapal merapat di dermaga kamipun turun namun begitu kami menginjakan
kaki di dermaga terjadi guncangan kecil dari gempa susulan, takut akan goncangan
itu kami semua lari berhamburan dan masuk kembali ke kapal. Setelah merasa aman kamipun turun
kembali melalui pintu utama kapal, Di pelabuhan kami menemui dermaga-dermaga rubuh, ada 1
truck yg tertinggal di sisa puing dermaga dan di dalam dermaga ada banyak
kendaraan yg terperosok
Malam itu, setelah rapat koordinasi dgn pimpinan daerah, kamipun pamit
untuk mengecek keadaan keluarga. Karena tdk ada kendaraan umum yg beroperasi
maka kami jalan kaki menuju rumah masing masing. Saya dan beberapa teman menuju Geliting,
berharap ada kendaraan yg bisa yg beroperasi dari geliting. Namun tidak ada satu kendaraanpun yang beroperasi malam itu. Akhirnya kami memutuskan
untuk melanjutkan perjalanan dengan berjalan kaki menuju kampung kami masing
masing, Dalam perjalanan kami menemui banyak bangunan yg rubuh dan orang-orangnya tidur ditenda-tenda yang mereka buat sendiri di depan rumah mereka. Kami sempat singgah di sebuah rumah dan meminta air minum, namun mereka kehabisan air, dan menyarankan kami agar meminum air kelapa saja, lalu datanglah seorang anak muda dan memetik 5 buah kelapa yang ada disamping rumah mereka.
Setelah sekian lama berjalan kami akhirnya tiba di Watublapi, kami berpisah di sana, saya belok ke kanan menuju rumah dan disambut oleh dentangan jam dinding sebanyak 12 kali, Saya menemui gedung SDK Watublapi rata tanah, mess guru rubuh, sementara Bapa dan adik adik saya tidur di tenda darurat di halaman sekolah yg dibuat dari puing puing reruntuhan. Hati saya sedikit lega krn semua anggota kel lengkap.
Toko Kalimas yang rubuh akibat gempa 1992 |
Puing-Puing reruntuhan akbiat gempa 1992 |